Ini loh Pilar Utama Kedaulatan Digital Indonesia

Diposting pada

Webhostdiy – Kepercayaan dan keamanan di ruang siber nasional bukan sekadar jargon teknis. Keduanya menjadi pondasi vital bagi kedaulatan digital Indonesia. Bayangkan, apa artinya merdeka secara digital jika kita masih bergantung pada pihak asing untuk membangun kepercayaan? Di tengah ketidakpastian global yang makin rumit, negara harus tegas menentukan siapa yang bisa dipercaya—dan bagaimana membangun sistem verifikasi yang kuat.

kunjungi juga laman berita update di Exposenews.id

Selama ini, banyak pihak masih mengandalkan model keamanan berbasis perimeter, yang menganggap ancaman hanya datang dari luar. Padahal, fakta membuktikan bahwa serangan justru sering muncul dari dalam sistem sendiri. Karena itu, kita butuh arsitektur keamanan yang adaptif, berbasis verifikasi ketat, dan punya ketahanan tinggi. Tanpa itu, perlindungan data nasional bisa jadi sekadar ilusi.

Dalam artikel saya sebelumnya, “Tanpa Doktrin, Ruang Siber Jadi Lahan Tak Bertuan” (Kompas.com, 6 Mei 2025), saya menegaskan bahwa tanpa kerangka kebijakan nasional, ruang digital Indonesia rentan jadi ajang pertarungan kepentingan antarlembaga. Nah, di sinilah konsep Zero Trust yang dirumuskan NIST SP 800-207 (2020) menjadi relevan. Prinsipnya sederhana: never trust, always verify. Setiap akses—entah oleh manusia, mesin, atau sistem—harus diverifikasi dengan bukti kriptografis yang valid.

baca juga: Meizu Resmi Kembali Di Indonesia! Simak Detailnya

Namun, Zero Trust tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan landasan identitas digital yang kuat dan terpercaya. Di sinilah peran Root Certificate Authority (Root CA) sebagai trust anchor—fondasi utama yang menjamin keabsahan semua sertifikat digital. Tanpa Root CA, validasi tidak ada artinya, dan Zero Trust hanya jadi slogan kosong.

Bayangkan Root CA seperti pondasi bangunan. Sehebat apa pun desainnya, tanpa fondasi kokoh, seluruh struktur bisa ambruk kapan saja. Sayangnya, banyak instansi di Indonesia—bahkan pemerintah—masih bergantung pada Root CA asing seperti Let’s Encrypt, DigiCert, atau GlobalSign. Ini ibarat menyerahkan kunci keamanan digital kita ke pihak luar.

Peran Strategis BSSN dan Tantangan Tata Kelola

Model keamanan berlapis memang memungkinkan pengawasan lebih ketat.

Penyelenggara teknis tetap bisa beroperasi, asalkan tunduk pada regulasi yang jelas dan terkoordinasi. Namun, realitanya masih banyak institusi yang abai, memilih jalur praktis dengan mengandalkan layanan asing.

baca juga: Indonesia Siapkan Regulasi AI, untuk Apa?

Pertanyaannya sekarang: bagaimana kita memperkuat kepercayaan dan keamanan siber nasional?

Kita tidak bisa lagi mengandalkan solusi instan yang justru mengorbankan kedaulatan. Jika fondasi kepercayaan digital kita lemah, ancaman siber akan terus mengintai—dan kedaulatan digital hanya jadi mimpi. Waktunya bertindak sebelum terlambat!