Webhostdiy.com — , guys! Bayangin aja, lagi santai di rumah, tiba-tiba air naik setinggi atap, rumah lenyap, dan hidup berubah total. Itu yang dialami jutaan orang di Asia Tenggara akhir-akhir ini. Banjir bandang akibat badai siklon gila-gilaan ini nggak main-main, bro. Dari Sumatera yang tenggelam total, Thailand selatan yang jadi lautan lumpur, sampe Sri Lanka yang hancur lebur – semuanya terekam jelas lewat citra satelit. Ini bukan cerita fiksi, tapi fakta pahit yang lagi bikin dunia geleng-geleng kepala. Di Webhostdiy.com, kita suka ngulik tech yang bikin hidup lebih mudah, tapi kali ini, tech seperti satelit malah jadi saksi bisu kehancuran ini. Yuk, kita bedah bareng, biar penasaranmu terjawab dan kita bisa belajar buat masa depan.

Mulai dari Sumatera, Indonesia dulu deh. Pulau yang terkenal dengan hutan lebat dan pantai indah ini lagi jadi korban utama siklon Senyar yang mendarat akhir November lalu. Badai ini nggak biasa, guys – lahir di Selat Malaka yang jarang banget jadi pusat siklon, bikin hujan deras derasnya sampe 400 mm sehari! Hasilnya? Banjir bandang dan longsor yang ngamuk di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bilang, korban jiwa udah tembus 700 orang, ribuan luka, dan lebih dari 500 hilang. Bayangin, 3,2 juta orang kena dampaknya, 1,1 juta mengungsi. Desa-desa hilang, jembatan roboh, jalanan jadi sungai.

Nah, yang bikin merinding adalah citra satelit dari Planet Labs dan Vantor. Sebelum banjir, liat deh foto satelit akhir Oktober: Medan dan sekitarnya keliatan hijau subur, sungai Peusangan di Aceh tenang kayak biasa, perumahan di Padang rapi. Rumah-rumah berjejer, sawah kering, nggak ada tanda-tanda bahaya. Tapi pasca-Senyar, 30 November? Wah, beda 180 derajat! Air cokelat keruh nyebar luas, menutupi ribuan hektar. Di Bireuen, Aceh, bendungan hilang ditelan banjir, truk-terangkang terapung kayak mainan. Drone shot di Palembayan, Agam, nunjukin lumpur setinggi pinggang, rumah-rumah setengah tenggelam, orang-orang berenang buat selamatin barang. Satelit nunjukin luas banjirnya sampe 96.000 hektar lahan pertanian hancur – beras yang lagi dikeringin malah basah kuyup, warga cuma bisa gigit jari. Penyebabnya? Deforestasi parah, guys. Hutan yang dulu nyerap air sekarang hilang, bikin tanah gampang longsor. Pemerintah lagi kirim 34 ribu ton beras dan minyak goreng, tapi akses ke desa-desa terpencil masih susah banget gara-gara jalan rusak.
Pindah ke Thailand selatan, ceritanya nggak kalah tragis. Siklon Senyar yang lolos dari Sumatera ini nyebrang Selat Malaka dan ngebom wilayah Songkhla, Hat Yai, dan sekitarnya. Hujan deras 630 mm dalam tiga hari bikin Sungai Songkhla meluap, banjir datang cepet banget – cuma hitungan jam! Korban jiwa 176 orang, 3,6 juta kena dampak, dan kerugian ekonomi capai 100 miliar baht atau sekitar Rp 45 triliun. Hat Yai, kota besar yang biasa ramai turis, sekarang kayak kota hantu: toko-toko tutup, jalanan penuh lumpur, 16 ribu orang mengungsi di 16 shelter.
kunjungi laman berita eksklusif dong di Exposenews.id
Citra satelit dari GISTDA (Geo-Informatics and Space Technology Development Agency) Thailand bikin mata melek. Sebelumnya, 20 November, foto Radarsat-2 nunjukin lahan pertanian kering di sekitar Danau Songkhla, perumahan di Hat Yai rapi, air danau biru tenang. Tapi setelahnya, 22 November? Air kuning kecoklatan nyebar kayak noda tinta, menelan 96.000 acre sawah dan kebun karet. Di pusat kota Hat Yai, banjir setinggi 2 meter, mobil-mobil terapung, orang naik atap rumah buat selamat. Drone view nunjukin warga berjalan kaki di air setinggi lutut, tentara angkut orang pake perahu karet. Yang parah, komunikasi putus total – listrik mati, sinyal hilang, bikin evakuasi susah. Pemerintah deklarasi zona merah, angkatan laut kirim kapal induk HTMS Chakri Naruebet buat bantu. Tapi, seperti di Sumatera, deforestasi dan drainase buruk bikin banjir ini makin ganas. Warga bilang, “Kami kehilangan segalanya, airnya kayak samudra mendadak.”
Terakhir, Sri Lanka yang lagi struggle banget. Siklon Ditwah mendarat 28 November, bikin banjir terburuk sejak tsunami 2004. Hujan deras plus monsun timur laut bikin Sungai Kelani meluap, longsor di bukit-bukit tengah. Korban jiwa 390 orang, 465 hilang, 1,5 juta terdampak – hampir seluruh 25 distrik kena! Colombo, ibu kota, tenggelam: jalanan jadi sungai, kereta api berhenti, listrik padam. Ekonomi yang lagi morat-marit pasca-krisis 2022 makin ambruk, turis pada kabur.
Citra satelit ESA Copernicus Sentinel-2 ini yang paling dramatis. Before, 30 Oktober: Distrik Puttalam hijau merah (vegetasi), air biru gelap di sungai, desa-kampung kering. Pasca-Ditwah, 30 November? False-color near-infrared nunjukin air banjir hijau-coklat penuh sedimen nyebar luas, nutupin lahan pertanian dan desa di sekitar Colombo. Di Kaduwela, pinggiran kota, rumah-rumah setengah tenggelam, warga angkat lansia pake banjir. Aerial view di Gampaha: lumpur setinggi dada, rumah retak-retak, orang berenang bawa ayam peliharaan. Presiden Anura Kumara Dissanayake bilang ini “bencana terbesar sejarah,” deklarasi darurat nasional. Bantuan dari India dan Pakistan dateng, UNICEF kasih air bersih, tapi rumah sakit banjir, pasien kritis dievakuasi helikopter. Yang sedih, warga bilang, “Kami rebuild from scratch, nggak ada waktu siap-siap.”
Jadi, apa pelajarannya dari neraka banjir ini? Pertama, iklim berubah cepet – siklon kayak Senyar dan Ditwah makin sering gara-gara pemanasan global. Deforestasi di Sumatera dan Thailand bikin bumi nggak bisa nyerap air, longsor gampang. Di Sri Lanka, drainase kota yang jelek tambah parah. Tech seperti satelit ini penting banget buat deteksi dini, tapi butuh aksi nyata: reboisasi, bangun bendungan bagus, dan warning system yang nyampe ke desa. Di Webhostdiy.com, kami yakin tech bisa bantu – bayangin app monitoring banjir real-time pake data satelit, atau cloud storage buat backup data evakuasi. Tapi, akhirnya, butuh kolaborasi global. Elon Musk aja kasih Starlink gratis buat korban Sumatera sampe akhir tahun!
Guys, banjir ini bikin hati nyesek, tapi juga pengingat: alam lagi marah, kita yang harus berubah. Kalau kamu punya cerita atau tips mitigasi bencana, share di komentar ya. Tetap aman, dan ingat – hari ini cerah, besok bisa deras. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!



