Webhostdiy.com — Belakangan ini, ramai diperbincangkan soal “Dark AI”. Di satu sisi, Artificial Intelligence (AI) memberikan banyak manfaat, tetapi di sisi lain, teknologi ini juga mulai ditakuti karena potensi penyalahgunaannya.
Dark AI merujuk pada pemanfaatan AI untuk tujuan merugikan, seperti kejahatan siber, pelanggaran etika, atau manipulasi data. Para pelaku kejahatan memanfaatkannya untuk membuat deepfake, melancarkan serangan siber otomatis, menyebarkan misinformasi, bahkan mencuri data pribadi.
Lucia Stanham dalam tulisannya “The Rise Of Dark AI” di Crowdstrike (16/01/2025) menjelaskan bahwa Dark AI memiliki karakteristik berbeda dari AI biasa. Jika AI konvensional digunakan untuk meningkatkan efisiensi, pengambilan keputusan, dan otomatisasi tugas, Dark AI justru dirancang khusus untuk mengeksploitasi kelemahan sistem.
Bagaimana Dark AI Bekerja?
Dark AI dimanfaatkan untuk menyusup ke infrastruktur digital dengan cara yang sering tidak disadari korban. Teknologi ini mempercepat serangan siber karena kemampuannya belajar, beradaptasi, dan menemukan celah keamanan.
Berbeda dengan AI yang dikembangkan secara etis, Dark AI tidak memiliki batasan moral. Pelaku kejahatan menggunakannya untuk membuat konten menyesatkan, malware yang sulit dilacak, bahkan serangan siber dalam skala besar. Salah satu contoh nyatanya adalah FraudGPT, alat berbasis AI generatif yang dijual di dark web.
kunjungi laman berita terbaru di Exposenews.id
Ditemukan pertama kali pada Juli 2023, FraudGPT bisa menulis kode berbahaya, membuat halaman phishing, menemukan kerentanan sistem, dan menghasilkan malware yang tidak terdeteksi. Keberadaannya membuka era baru kejahatan siber, di mana AI dapat digunakan untuk membuat ransomware, deepfake, atau serangan otomatis.
Ancaman Nyata dan Solusinya
Dampak Dark AI sangat berbahaya karena serangannya cepat dan sulit dilacak. Untuk melawannya, diperlukan teknologi pertahanan canggih yang mampu mendeteksi aktivitas mencurigakan. Selain itu, kesadaran cybersecurity, intelijen ancaman, dan kolaborasi antarlembaga keamanan siber juga mutlak diperlukan.
Di Indonesia, risiko ini semakin tinggi karena literasi digital masyarakat masih rendah, sementara jumlah pengguna internet sangat besar. Regulasi ketat di semua tingkatan (upstream, midstream, downstream) harus segera diterapkan untuk meminimalkan ancaman ini.
AI Tetap Membawa Manfaat Besar
Meski Dark AI mengancam, kita tidak boleh berhenti berinovasi. Justru, perkembangan AI harus terus didorong untuk menangkal ancaman tersebut. Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) dalam laporan “How AI can enhance digital inclusion and fight inequality” (4/7/2025) menyebutkan bahwa AI dan akses broadband bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi.
Menurut laporan tersebut, peningkatan 10% akses broadband dapat mendongkrak PDB negara berkembang sebesar 1,4%. AI yang dikelola dengan baik juga bisa mendorong inklusi digital, mengurangi kesenjangan teknologi, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Namun, masalahnya, sekitar 2,6 miliar orang di dunia masih belum terhubung internet. Mereka tidak bisa menikmati manfaat AI karena keterbatasan akses. Oleh karena itu, teknologi digital harus menjadi jembatan, bukan penghalang, bagi kemajuan masyarakat.
Perlu Regulasi dan Kebijakan yang Tepat
Di balik manfaat besar AI, tetap ada risiko etika, ketimpangan sosial, dan penyalahgunaan. Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu membuat kebijakan yang memastikan AI dan broadband bisa diakses secara merata. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bisa terus terdorong.
Kesimpulannya, Dark AI memang ancaman serius, tetapi bukan alasan untuk takut memanfaatkan AI. Justru, inovasi dan regulasi yang kuat harus terus dikembangkan agar teknologi ini tetap membawa manfaat maksimal bagi semua.