CEO Intel Buka Suara Usai Didesak Mundur oleh Trump

Diposting pada

Webhostdiy.com, Jakarta – Lip-Bu Tan, CEO Intel, akhirnya angkat bicara setelah mendapat tekanan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengundurkan diri. Trump menuduhnya memiliki konflik kepentingan karena kedekatannya dengan perusahaan China. Dalam memo internal kepada karyawan, Tan membantah semua tudingan tersebut dan menegaskan komitmennya terhadap etika bisnis.

Lawan Misinformasi dengan Fakta
Tan langsung meluruskan berbagai kabar yang beredar tentang masa lalunya sebelum memimpin Intel. Ia menekankan bahwa semua langkahnya selalu transparan dan profesional.

Tak hanya itu, Tan juga menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Trump dalam memperkuat keamanan nasional dan ekonomi AS.

Trump Geruduk Lewat Media Sosial
Desakan mundur terhadap Tan bermula dari cuitan Trump di Truth Social. Presiden AS itu merespons surat Senator Tom Cotton (Partai Republik) yang mempertanyakan integritas operasi Intel serta kiprah Tan di China. Cotton khawatir hubungan Tan dengan Negeri Tirai Bambu bisa membahayakan kepentingan AS.

Investasi di China Jadi Sorotan
Tan memang dikenal aktif menanamkan modal di berbagai perusahaan China melalui perusahaan venturanya. Salah satunya adalah SMIC, produsen chip terbesar di China. Hal ini memicu kecurigaan, apalagi di tengah ketegangan AS-China di sektor teknologi.

kunjungi juga laman berita terbaru di Exposenews.id

Stacy Rasgon, analis Bernstein, mengakui bahwa Intel yakin Tan bersih dari konflik kepentingan. Namun, hubungannya dengan China dianggap sebagai “liabilitas politik” di era Trump. “Berbeda dengan CEO teknologi lain, Tan tidak punya kedekatan pribadi dengan Trump yang bisa meredakan ketegangan,” ujar Rasgon.

Situasi ini memperlihatkan bagaimana persaingan teknologi AS-China semakin memanas. Intel, sebagai raksasa chip AS, terjepit di antara kepentingan bisnis dan tekanan politik. Nasib Tan kini tergantung pada apakah ia bisa meyakinkan pemerintah AS bahwa kepemimpinannya tidak membawa risiko.

baca juga: Intel Hentikan Proyek Manufaktur demi Efisiensi, Fokus pada Operasi yang Lebih Ramping

Tan tampaknya belum berniat mundur. Ia berusaha meyakinkan publik dan pemerintah bahwa semua keputusannya demi kemajuan Intel—dan AS. Namun, dengan Trump yang terus mengkritik, jalan di depannya masih terjal.

Jika Tan akhirnya tersingkir, Intel bisa mengalami gejolak kepemimpinan yang memperlambat strategi transformasinya. Di sisi lain, pemerintahan Trump mungkin akan mendorong CEO baru yang lebih sejalan dengan kebijakan anti-China.

Kisah Tan mencerminkan kompleksitas bisnis teknologi di era geopolitik yang memanas. Ia harus membuktikan bahwa integritasnya tak tergoyahkan—sambil menjaga Intel tetap kompetitif di panggung global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *